KONSEP DASAR FARMAKOLOGI DALAM KEPERAWATAN
A.
Pengertian
1. Pengertian
Farmakologi
Farmakologi berasal dari kata
pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan). Farmakologi didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya pada system biologis.
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-bagian tanaman atau
hewan yang dapat digunakan sebagai obat.
Farmakologi adalah
ilmu yang mempelajari efek-efek dari senyawa kimia pada jaringan hidup. (Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes, 1996)
Menurut Kamus Kesehatan, Farmakologi
adalah studi obat-obatan dalam semua aspek mereka.
Farmakologi adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana suatu bahan kimia/obat berinteraksi dengan sistem
biologis, khususnya mempelajari aksi obat di dalam tubuh. (Ekawati, Zullies.
2014)
Farmakologi adalah Ilmu yang
mempelajari interaksi antara obat dengan konstituen tubuh hingga timbul suatu
efek terapi. (Dewi, Rani. 2013)
2. Pengertian
Farmasi
Farmasi
(English: pharmacy, Latin: pharmacon) adalah bidang profesional kesehatan yang
merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai
tanggung-jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Profesional
bidang farmasis disebut farmasis atau apoteker.
Farmasi
juga biasa diartikan seni atau praktek penyiapan, pengawetan, peracikan, dan
penyerahan obat,(webster’ New Collegiate
Dictionary. Springfield, MA, G, & C. Merriam Co, 1987).
3. Farmakologi
Klinik
Farmakologi
Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi klinis pasien
terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates dan anak,
geriatric, inefisiensi ginjal dan hepar.
Menurut Wikipedia, Farmakologi klinis
adalah cabang dari farmakologi yang berhubungan dengan ilmu kedokteran
klinis. Ilmu ini mempelahari efek-efek dari obat-obatan pada sukarelawan sehat
dan pasien. Pada akhirnya, hasil dan efek samping dari ibat-obatan dapat
diketahui dan dibandingkan.
Pengertian
farmakologi klinik oleh WHO (1970) didefinisikan sebagai "penelitian
secara ilmiah obat pada manusia" (scientific study of drugs in man).
Definisi ini tidak lepas dari konteks waktu pada saat awal perkembangan farmakologi
klinik dimana penelitian secara ilmiah obat pada manusia merupakan prioritas
kegiatan atau kebutuhan dalam bidang kedokteran. Dengan berkembangnya disiplin
ini maka kemudian ruang lingkupnya juga bergeser ke arah pelayanan kepada
pasien.
Kelompok
kerja Farmakologi Klinik WHO-Eropa (1988) kemudian mendefinisikan farmakologi
klinik lebih luas lagi yakni: "Disiplin dalam bidang kedokteran yang
berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah menyatukan keahlian farmakologi dan keahlian
klinik dengan tujuan akhir untuk meningkatkan manfaat dan keamanan pemakaian
klinik obat". Dengan demikian sebenarnya tujuan akhir dari disiplin
farmakologi klinik adalah "pemakaian klinik obat yang efektif, aman dan
rasional pada pasien".
Secara
ringkas dalam hal terapi obat, farmakologi klinik mempelajari dan mengembangkan
cara-cara evaluasi untuk memilih obat yang memberikan efek pengobatan paling
efektif dengan efek samping yang minimal pada pasien. Terapi obat
(farmakoterapi) adalah intervensi pengobatan dengan memakai obat, dan merupakan
intervensi penanganan penderita yang penting pada berbagai jenis kondisi
penyakit. Peran sentral dari terapi obat (farmakoterapi) pada berbagai keahlian
di klinik merupakan salah satu alasan mengapa farmakologi klinik dikembangkan
sebagai disiplin ilmu tersendiri.
Terdapat
perbedaan antara farmakologi dan farmakologi klinik. Farmakologi adalah ilmu
yang mempelajari interaksi antara obat dengan sistem biologik, yakni mencakup
farmakodinamika dan farmakokinetika. Secara ringkas farmakologi mempelajari
sifat-sifat obat, efek obat, mekanisme terjadinya efek dan nasib obat dalam
tubuh. Sedangkan farmakologi klinik adalah penerapan ilmu farmakologi dalam
klinik yakni bagaimana mempelajari efek obat dan nasib obat pada sistem
biologik manusia dan bagaimana memakai obat-obat tersebut dengan
prinsip-prinsip ilmiah dalam klinik untuk pencegahan dan pengobatan penyakit.
4. Pengertian
Toksikologi
Toksikologi adalah pemahaman
mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia yang merugikan bagi organisme hidup.
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari keracunan zat kimia
termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun
lingkungan hidup lain. Dalam cabang ini juga dipelajari cara pencegahan,
pengenalan dan penanggulangan kasus-kasus keracunan. (Hengky, 2011)
5. Pengertian
Obat
Obat merupakan sedian atau paduan
bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat
Nasional, 2005).
Obat
adalah zat kimia yang mempengaruhi proses kehidupan (Benet,1991). Obat adalah substansi yang digunakan
untuk merubah atau menyelidiki sistem fisiologi atau patologi untuk keuntungan
si penerimanya (WHO,1966).
Definisi
menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis,
mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau
hewan.
Dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.193/Kab/B.VII/71, dikatakann bahwa obat
adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan
dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada
manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian
badan manusia.
Menurut
Batubara (2008), obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi jaringan
biologi.
Dalam
WHO, obat didefinisikan sebagai zat yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik atau
psikis.
Dalam
pengertian umum, obat adalah suatu substansi yang melalui efek kimianya membawa
perubahan dalam fungsi biologik (Katzung, 2007).
B.
Pemberian
Nama Obat
Penamaan
Obat
1.
Nama Kimia
• Tata
Nama kimia bahan obat merujuk pada IUPAC (International Union of Pure and
Applied Chemistry)
• Acetaminofen
atau parasetamol memiliki nama kimia 4’ hydroxyacetanilide(HO-fenil-NHCOCH3)
• Amfetamin
mempunyai nama kimia dl-a methylphenethylamine
(fenil-CH2-CH(NH2)CH3)
• Tetrasiklin
mempunyai nama kimia yang panjang 4-(dimethylamino)-1,4, 4a, 5, 5a, 6, 11,
12a-octa hidro-3, 6, 10, 12, 12a- pentahydroxy-6-methyl-1, 11- dioxo-2
naphtacenecarboxamide monohydro chlorida
2. Nama
Generik
• Karena
pajang dan sulitnya nama kimia, maka untuk keperluan komunikasi setiap senyawa
diberi nama yang bukan nama kepemilikan (nonpropietary) yang sifatnya trivial
yang dapat diterima secara universal
• Nama
generik diberikan oleh WHO’s International Nonpropietary Names (INN) for
Pharmaceutical Subtances
• Sebelum
dibahas di INN, calon nama generik tersebut dibahas di badan nasional
masing-masing negara untuk disetujui terlebih dahulu
v BAN : British Approved Names
v USAN : United State Approved Names
v JAN : Japanese Accepted Names, dll
• Penulisan
nama generik dengan huruf kecil kecuali di awal kalimat
• Contoh
: asetaminofen, tetrasiklin, asetosal
3. Nomor
Kode
• Sebelum
diberi nama generik para pembuat obat biasanya memberi nomor sebagai kode pada
senyawa yang kelak akan menjadi obat, yang dasar pemberiannya sangat tergantung
kepada si pembuat atau pabrik pembuat
• Contoh:
v Ehrlich
606 untuk nama generik arsphenamin
v 8823RP
atau Bayer 5630 untuk nama generik metronidazole
4. Nama
Kepemilikan, Nama Dagang (Trade Name), Nama Terdaftar (Registered Name), Dan
Nama Paten
• Nama
yang khusus dimiliki oleh orang, institusi, pabrik, terdaftar atau dipatenkan,
sehingga orang atau pabrik lain tidak diperbolehkan menggunakan nama tersebut
• Penulisannya
dimulai dengan huruf besar dan diakhiri dengan simbol R dalam lingkaran pada
ujung atas nama tersebut.
• Contoh:
v Valium®
(Roche)
v Valisanbe®
(Sanbe)
Keduanya
mengandung diazepam (nama generik)
v Bodrex,
Panadol, Sanmol, Ottopan, Pamol (mengandung parasetamol)
5. Sinonim
• Beberapa
nama resmi (yaitu menjadi judul monografi pada farmakope) mempunyai lebih dari
1 nama yang merupakan sinonim dari nama obat tersebut.
• Pada
Farmakope Indonesia edisi IV terdapat contoh:
v Asetaminofen : Parasetamol
v Phenobarbital : Luminal
v Phytomenadium : Vitamin K
v Sulfadimidin : Sulfametazin
v Ergocalciferolum : Vitamin D
v dsb
C.
Bahan
Pembuatan Obat
D.
Daya
Kerja Obat
1. Farmakodinamik
Farmakodinamika
mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau memelajari pengeruh
obat terhadap fisiologi tubuh.
a. Mekanisme Obat
Efek obat terjadi karena interaksi
fisiko-kimiawi antara obat atau metabolit aktif dengan reseptor atau bagian
tertentu dalam tubuh. Obat bekerja melalui mekanisme sebagai berikut:
1) Interaksi obat-reseptor
Obat+Reseptor
memberikan efek farmakologi, disebut agonis. Contoh: agonis reseptor
kolinergik/muskarinik a.l. carbakol, arecolin, methakolin, pilokarpin.
Obat+Reseptor menghalangi obat lain memberikan efek farmakologi, disebut
antagonis. Contoh: antagonis reseptor kolinergik a.l. atropine, ipatropium,
skopolamin.
2) Interaksi obat-enzim
Contoh:
obat penghambat enzim asetil kolin esterase (ACE) sehingga memberikan efek
kolinergik a.l. neostigmin, parathion.
3) Kerja non-spesifik (tanpa ikatan
dengan reseptor atau enzim)
Contoh:
Na-bikarbonas (merubah pH cairan tubuh), alcohol (denaturasi protein), norit
(mengikat racun atau bakteri)
b. Reseptor Obat
Reseptor dapat berupa protein, asam
nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak yang merupakan bagian dari sel, ribosom,
atau bagian lain. Semakin banyak obat yang menduduki reseptor, berbanding lurus
dengan kadar obat dalam plasma. Reseptor yang umumnya dikenal a.l. reseptor
kolinergik/muskarinik, reseptor alfa-adrenergik (alfa-1 & alfa-2), reseptor
beta-adrenergik (beta-1 & beta-2).
c. Transmisi Sinyal Obat
Interaksi obat dengan reseptor
mengasilkan bisa menghasilkan efek agonis, agonis parsial, antagonis kompetitif
dan antagonis non-kompetitif.
d. Interaksi Obat-Reseptor
Interaksi obat-reseptor sering
dianalogikan sebagai Gembok-Kunci. Obat adalah Kunci, Reseptor adalah Gembok.
Kecocokan obat dengan reseptor tertentu tergantung pada struktur molekulnya.
e. Kerja Obat yang Tidak Diperantarai
Reseptor disebut juga Kerja Non Spesifik.
2. Farmakokinetik
Farmakokinetika
merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu
absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk ke
dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi,
distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek.
Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh.
a. Absorpsi dan Bioavailabilitas
Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat
pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan
dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik,
yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat,
dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk
utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang
diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian
akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di
hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini
disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or
elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai
bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya
mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan
dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi
sistemik.Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan
cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual (misalnya
nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.
b. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh
melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat
juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2
fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi
segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya
jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih
luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas
misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai
keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial
jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua
molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan
melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang
tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya
terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan
obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai
keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh
afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri.
Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya
defisiensi protein.
c. Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan
struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada
proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut
dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui
ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi
sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya
sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat
(prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif
akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga
kerjanya berakhir.Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat
dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat
dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk
mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama
terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya
ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
d. Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi
dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat
atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali
pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting.
Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni filtrasi di
glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif di tubuli
proksimal dan distal. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi
ginjal sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang.
Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosisatau
interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air
mata, air susu, dan rambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali
sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan
sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut pun dapat
digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran
forensik.
Apt, Paul. 2014. DASAR-DASAR ILMU FARMASI :: Ilmu Farmasi Dan
Perkembangannya. http://paullamanifak.blogspot.com/2014/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
diakses tanggal 23 Maret 2015
Dewi, Rani. 2013. Farmakologi. http://www.slideshare.net/raneedp/farmakologi-26717082
diakses tanggal 23 Maret 2015
Ekawati, Zullies. 2014. My Books. https://zulliesikawati.wordpress.com/my-books/
diakses tanggal 23 Maret 2015
Fauzi. 2013. Penggolongan Obat. http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2013/03/penggolongan-obat-lengkap.html
diakses
tanggal 23 Maret 2015
Hengky, Bue. 2011. Makalah Farmakologi. http://akper143.blogspot.com/2011/08/makalah-farmakologi.html
diakses
tanggal 23 Maret 2015
Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes.
1996. Farmakologi. Jakarta: EGC.
Kamus Kesehatan. Farmakologi.
http://kamuskesehatan.com/arti/farmakologi/
diakses tanggal 23 Maret 2015
Liem, Sulasri. 2012. Konsep Farmakologi Secara Umum. http://sulastriliem.blogspot.com/2012/09/konsep-farmakologi-secara-umum_7.html
diakses
tanggal 23 Maret 2015
Maricella, A. 2011. Obat. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25624/4/Chapter%20II.pdf
diakses tanggal 20 Maret 2015
Pasereng, Reinoldy.
2012. Konsep Dasar Farmakologi. https://www.scribd.com/doc/89207549/Konsep-Dasar-Farmakologi
diakses tanggal 23 Maret 2015
Sitindaon, H. S. 2011. Obat. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27518/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal 20 Maret 2015
Wikipedia. Farmakologi klinis. http://id.wikipedia.org/wiki/Farmakologi_klinis
diakses
tanggal 23 Maret 2015
Putra, A.A.
Ngurah. 2012. Penamaan Obat.
No comments:
Post a Comment
Just Comment, make you happy!!!