Total Pageviews

Saturday, September 20, 2014

Hubungan Agama dengan Kesehatan(Khususnya Agama Katolik)

BAB I A.    PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sarana yang paling utama untuk memberikan respon konstruktif terhadap permasalahan kehidupan sehari-hari, agar kualitas kehidupan manusia semakin meningkat. Menyadari akan pentingnya posisi strategis pendidikan sebagai sarana memajukan peradaban bangsa, Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan kepada pemerintah agar menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah telah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.Menurut Undang-undang tersebut tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis, serta bertanggung jawab.Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu  dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi  menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan  keluarga, sekolah maupun masyarakat.Pendidikan  Agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spiritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut  pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.Dari pengalaman dapat dilihat bahwa apa yang diketahui (pengetahuan, ilmu) tidak selalu  membuat hidup seseorang sukses dan bermutu. Tetapi kemampuan, keuletan dan kecekatan seseorang untuk mencernakan dan mengaplikasikan apa yang diketahui dalam hidup nyata, akan membuat hidup seseorang sukses dan bermutu.  Demikian pula dalam kehidupan beragama. Orang tidak akan beriman dan diselamatkan oleh apa yang ia ketahui tentang imannya, tetapi terlebih oleh pergumulannya bagaimana ia menginterpretasikan dan mengaplikasikan pengetahuan imannya dalam hidup nyata sehari-hari. Seorang beriman yang sejati seorang yang senantiasa berusaha untuk melihat, menyadari dan menghayati kehadiran Allah dalam hidup nyatanya, dan berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah bagi dirinya dalam konteks hidup nyatanya. Oleh karena itu Pendidikan Agama Katolik di sekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan peserta didik menjalani proses pemahaman, pergumulan dan penghayatan iman dalam konteks hidup nyatanya. Dengan demikian proses ini mengandung unsur  pemahaman iman, pergumulan iman, penghayatan iman dan hidup nyata. Proses semacam ini diharapkan  semakin memperteguh dan mendewasakan iman peserta didik. 1.      Konsep Kunci
a.       Pembentukan akhlak berdasarkan Agama Katolik.
b.      Etika menurut Agama Katolik serta akhlak beragama.
c.       Hubungan Agama Katolik dengan kesehatan.
2.      Petunjuk
a.       Pelajari materi BAB I dengan tekun dan disiplin.
b.      Penyajian setiap BAB meliputi : Judul BAB, pendahuluan, konsep-konsep kunci, petunjuk, tujuan umum pembelajaran, tujuan khusus pembelajaran, paparan materi, tugas dan latihan, rangkuman, dan soal-soal akhir BAB yang disertai dengan kunci jawaban.
c.       Dalam uraian materi terdapat test sambil jalan. Test ini dapat menjadi tuntunan pembaca dalam memahami uraian bahan ajar demi bagian.
d.      Kerjakan soal-soal latihan dan soal akhir BAB dengan tekun dan disiplin!
e.       Bacalah sumber-sumber pendukung untuk memperdalam pengetahuan dan wawasan anda.
f.       Ikuti turutan penyajian setiap BAB tahap demi tahap.
g.      Selamat belajar, semoga sukses.
3.      Tujuan Pembelajaran
a.      Tujuan Umum Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami Agama Katolik.b.      Tujuan Khusus Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami:
1)      Menjelaskan pembentukan akhlak berdasarkan Agama Katolik.
2)      Menjelaskan etika menurut Agama Katolik serta akhlak beragama.
3)      Menjelaskan hubungan Agama Katolik dengan kesehatan.
  B.     PENYAJIAN MATERI
1.      Pembentukan Akhlak Berdasarkan Agama Katolik
Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat (Hamzah Ya‟qub, 1988: 11). Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika dan moral. Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Dalam khazanah perbendaharaan bahasa Indonesia kata yang setara maknanya dengan akhlak adalah moral dan etika. Kata-kata ini sering disejajarkan dengan budi pekerti, tata susila, tata krama, atau sopan santun (Faisal Ismail, 1988: 178). Pada dasarnya secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa, yakni sama-sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Akan tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis sebagai tolak ukur untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (Muka Sa‟id, 1986: 23-24).
Sejak tahun 1900-an mulai dikenalkan terminologi Pendidikan Karakter. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku 4 yang berjudul The Return of Character Education. Melalui buku tersebut, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter, menurut Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Pendidikan Karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu Pendidikan Karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga siswa paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Pendidikan Karakter ini membawa misi yang sama dengan Pendidikan Akhlak atau Pendidikan Moral. Secara umum akhlak dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia dan akhlak tercela (buruk). Akhlak mulia adalah yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sedang akhlak tercela adalah akhlak yang harus dijauhi dan ditinggalkan. Dalam kenyataan hidup memang ditemukan orang yang berakhlak mulia dan juga sebaliknya. Ini sesuai dengan fitrah dan hakikat sifat manusia yang bisa baik dan bisa buruk. Baik atau buruk bukan sesuatu yang mutlak diciptakan, melainkan manusia dapat memilih beberapa kemungkinan baik atau buruk. Namun walaupun manusia sudah terjatuh dalam keburukan, ia bisa bangkit pada kebaikan kembali dan bisa bertaubat dengan menghitung-hitung apa yang telah dipetik dari perbuatannya (Ainain, 1985: 104). Untuk menjadi manusia yang baik (berakhlak mulia), manusia berkewajiban menjaga dirinya dengan cara memelihara kesucian lahir dan batin, tenang, selalu menambah ilmu pengetahuan, membina disiplin diri, dan lain sebagainya. Setiap orang juga harus menerapkan akhlak mulia dalam berbagai segi kehidupan. Akhlak mulia harus ditanamkan dan dipraktekkan sejak dari kehidupan dalam rumah tangga atau keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah atau pendidikan, dan lingkungan kerja, serta dengan lingkungan alam pada umumnya.
Untuk merealisasikan akhlak mulia dalam kehidupan setiap orang, maka pembudayaan akhlak mulia menjadi suatu hal yang niscaya. Di sekolah atau lembaga pendidikan, upaya ini dilakukan melalui pemberian mata pelajaran pendidikan akhlak, pendidikan moral, pendidikan etika, atau pendidikan karakter. Akhir-akhir ini di Indonesia misi ini diemban oleh dua mata pelajaran pokok, yakni Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Kedua mata pelajaran ini tampaknya belum dianggap mampu mengantarkan peserta didik memiliki akhlak mulia seperti yang diharapkan, sehingga sejak 2003 melalui Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional 2003 dan dipertegas dengan dikeluarkannya PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah menetapkan, setiap kelompok mata pelajaran dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran memengaruhi pemahaman dan/atau penghayatan peserta didik (PP 19 2005 pasal 6 ayat 4). Pada pasal 7 ayat (1) ditegaskan bahwa Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/ Paket B, SMA/MA/ SMALB/ Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan. Akhlak mulia di lingkungan sekolah atau pendidikan misalnya, harus tercermin dalam praktik kehidupan sehari-hari semua warga sekolah yang meliputi karyawan, guru, para siswa, dan kepala sekolah. Semua komponen sekolah, harus menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia, seperti berlaku jujur, amanah, tanggungjawab, rasa hormat, peduli, santun, lapang dada, toleran, tekun dan sabar. Dengan menanamkan dan mempraktikkan sikap dan perilaku tersebut, maka pada waktunya kelak akan terbangun kultur akhlak mulia di lingkungan sekolah.
Ada variasi model pembentukan kultur akhlak mulia bagi siswa di sekolah-sekolah di Indonesia mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Dari delapan sekolah yang menjadi sampel penelitian terlihat jelas variasi tersebut. Tidak ada satu sekolah (dari delapan sekolah yang diteliti) yang melakukan pengembangan kultur akhlak mulia secara sempurna, atau sebaliknya sama sekali tidak baik, tetapi masing-masing sekolah memiliki kelebihan-kelebihan khusus di samping juga memiliki kekurangan. Namun demikian, jika dicermati ternyata ada kesamaan secara umum dari semua sekolah yang diteliti, yakni menjadikan visi, misi, atau tujuan sekolah sebagai dasar pijakan untuk membangun kultur akhlak mulia di sekolah. Terwujudnya visi, misi, dan tujuan sekolah ini perlu didukung dengan program-program sekolah yang tegas dan rinci dalam rangka pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah. Program-program ini akan berjalan dengan baik dan berhasil jika mendapatkan dukungan yang positif, berupa: 1) komitmen dari pimpinan sekolah, 2) dukungan semua guru, karyawan sekolah, orang tua siswa, komite sekolah, dan masyarakat, 3) sarana dan prasarana yang memadai, 4) kurikulum, 5) tata tertib sekolah, 6) kesadaran yang tinggi dari semua civitas sekolah, 7) keteladanan dari para guru dan karyawan sekolah, 8) kebersamaan sekolah, keluarga, dan masyarakat, 9) reward and punishment, dan 10) dilakukan secara berkesinambungan.
Model yang ideal yang sebaiknya dikembangkan dalam pembentukan kultur akhlak mulia di sekolah di Indonesia baik di tingkat dasar maupun menengah adalah sebagai berikut:
1) Sekolah sebaiknya merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah yang mengarah pada pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah.
2) Diperlukan adanya persepsi yang sama di antara civitas sekolah dan orang tua siswa serta masyarakat dalam rangka mewujudkan kultur akhlak mulia di sekolah.
3) Untuk pengembangan akhlak mulia di sekolah diperlukan juga kesadaran yang tinggi bagi seluruh civitas sekolah untuk mewujudkannya.
4) Adanya komitmen yang tegas dari kepala sekolah untuk mewujudkan kultur akhlak mulia di sekolah yang dituangkan dalam kebijakan-kebijakan atau program-program yang jelas.
5) Adanya program-program dan tata tertib sekolah yang tegas dan rinci serta mengarah pada pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah.
6) Adanya pembiasaan nilai-nilai akhlak mulia dalam aktivitas sehari-hari di sekolah baik dalam aspek keagamaan maupun aspek yang bersifat umum.
7) Adanya dukungan positif dari semua pihak yang terkait dalam mewujudkan kultur akhlak mulia di sekolah.
8) Ada keteladanan dari para guru (termasuk kepala sekolah) dan para karyawan sekolah.
9) Adanya sinergi antara tiga pusat pendidikan, yakni pendidikan formal (sekolah), pendidikan informal (keluarga), dan pendidikan nonformal (masyarakat) untuk mewujudkan kultur akhlak mulia bagi para siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.
10) Perlu juga didukung adanya reward and punishment yang mendukung terwujudkan kultur akhlak mulia di sekolah.
11) Membangun kultur akhlak mulia membutuhkan waktu yang lama dan harus dilakukan secara berkelanjutan.
12) Membangun kultur akhlak mulia perspektif Islam meliputi dua dimensi hubungan, yakni hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama manusia.
13) Membangun kultur akhlak mulia tidak hanya melalui mata pelajaran tertentu, tetapi sebaiknya melibatkan semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Pendidikan Agama Katolik adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa untuk memperteguh iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agam Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama lain dalam hubungn kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa pendidikan Agama Katolik disekolah merupakan salah satu usaha untuk memampukan siswa berinteraksi (berkomunikasi), memahami, menggumuli dan menghayati iman. Dengan kemampuan berinteraksi antara pemahaman iman, pergumulan iman dan penghayatan iman itu diharapkan iman siswa semakin diperteguh.2.      Etika menurut Agama Katolik serta Akhlak Beragama
            Banyak masalah yang sedang dihadapi bangsa ini terutama yang berkaitan dengan etika dan moral. Masalah utama moral bangsa ini antara lain hilangnya kejujuran, hilangnya rasa tanggung jawab, krisis kerjasama, hilangnya keadilan, rendahnya disiplin, krisis kepedulian. Dalam kehidupan beragama orang diselamatkan bukan oleh pengetahuan tentang imannya, tapi oleh kemampuannya menginterpretasi dan menerapkan pengetahuan  tentang imannya dalam hidup nyata sehari-hari.
Pendidikan Agama Katolik (PAK) pada dasarnya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk membangun hidup yang semakin beriman. Membangun hidup beriman Kristiani berarti membangun kesetiaan pada Injil  Yesus Kristus, yang memiliki keprihatinan tunggal, yakni Kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi dan peristiwa penyelamatan: situasi dan perjuangan untuk perdamaian dan keadilan, kebahagiaan dan kesejahteraan, persaudaraan dan kesetiaan, kelestarian lingkungan hidup, yang dirindukan oleh setiap orang dari berbagai agama dan kepercayaan.
Dalam pendidikan Agama Katolik, Pendekatan Pembelajaran lebih ditekankan pada pendekatan yang didalamnya terkandung 3 proses yaitu proses pemahaman, pergumulan dan penghayatan iman dalam konteks hidup nyata sehari-hari. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dimulai dari penggalian dan pendalaman pengalaman hidup sehari-hari, diteguhkan dalam terang Kitab Suci / ajaran Gereja, yang pada akhirnya diwujudnyatakan dalam tindakan konkrit sehari-hari.
     3.      Hubungan Agama Katolik dengan Kesehatan
            Agama adalah suatu ajaran dimana setiap pemeluknya dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Untuk itu semua penganut agama yang mempercayai ajaran dan melaksanakan ajarannya mereka akan senantiasa melaksanakan segala hal yang ada dalam ajaran tersebut. Manusia tidak bisa dilepaskan dengan agama, ketika manusia jauh dari agama maka akan ada kekosongan dalam jiwanya. Walaupun mungkin kebutuhan materialnya mereka terpenuhi. Akan tetapi kebutuhan batin mereka tidak, sehingga mereka akan mudah terkena penyakit hati.
            Penyakit hati yang melanda manusia yang tidak beragama akan senantiasa menghantui mereka sehingga mereka akan mudah putus asa. Oleh karena itu orang yang tidak beragama ketika mendapatkan persoalan hidup mereka akan mudah putus asa dan akhirnya mereka akan melakukan penyimpangan atau tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma atau ajaran agama.            Banyak  penyakit karena emosi-emosi buruk itu, yang tidak mungkin dapat disembuhkan oleh obat. Penyakit-penyakit sejenis ini dinamakan penyakit psikosomatik. Krisis akhlak pun mempunyai sebab-sebab dalam emosi tercela yang sedang merajalela. Karena emosi itu merupakan kenyataan yang dapat disaksikan pada tubuh manusia dan dapat dibagi dalam emosi yang negatif dan positif, sedangkan yang positif dapat melenyapkan atau menetralkan yang negatif dan menjadi peserta dalam insting religius, lantas akan menjadi bukti nyata bahwa religi itu anasir yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Jadi, religi bukan obat bius atau racun. Bahkan, sebaliknya religi menjadi obat mujarab bagi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gangguan emosi negatif.            Pintu gerbang ke neraka ada tiga buah, yang merusak jiwa, yakni keinginan (syahwat), marah, dan serakah. Dalam ilmu kedokteran baru yang dinamai psikosomatik, yang sedang marak dipelajari di Eropa dan Amerika oleh Dr J.L.C. Wortman, dikatakan bahwa ilmu psikosomatik, ilmu kedokteran, agama, dan filsafat berjabatan tangan. Hal itu benar-benar akan menjadi pembuka jalan ke arah dunia baru, yang sejak lama kita nanti-nantikan dan yang akan menjamin kehidupan bahagia bagi seluruh umat manusia, lahir dan batin.            Ilmu kedokteran psikosomatik -oleh ilmuwan Belanda Prof V. Rijnberk- dinamai juga ilmu kedokteran kesusilaan. Alasannya, bila seseorang sakit, seluruh jasmani dan rohaninya sakit. Bukan sebagian atau hanya jasmaninya yang sakit. Pendapat baru ini mungkin dapat digunakan sebagai pembuka jalan ke arah dunia kedokteran baru. Ilmu kedokteran menjadi pembuka tabir
http://himapspdunlam.web.fc2.com/pic_n_link/hub2.jpgrahasia seperti yang terbukti dalam kehidupan manusia. Alexis Carel, Freud, Jung, dan Robert, misalnya, adalah nama-nama ahli ilmu kedokteran yang memecahkan masalah-masalah yang tidak mungkin dapat diperoleh oleh ahli-ahli di lapangan ilmu pengetahuan lain. Dengan pendapat baru itu, ilmu kedokteranlah yang pertama mengerti bahwa di antara ilmu kedokteran, filsafat, dan agama, ada tali hubungan. Dengan tali-tali hubungan itu, kita dapat mengerti kesatuan berupa makhluk hidup yang dinamai manusia sebagai keseluruhan, bukan sebagai http://himapspdunlam.web.fc2.com/pic_n_link/hub3.jpgreduksi.
Terutama agama, yang sejak masa kesombongan ilmu pengetahuan, menjelma sebagai positivisme akibat diperolehnya hasil-hasil yang menyilaukan, mula-mula diejek, kemudian diingkari, tapi sekarang diakui oleh ilmu psikosomatik sebagai anasir yang sangat penting di dalam kehidupan tiap-tiap orang yang ingin memperoleh kebahagiaan.Pada zaman dahulu penyakit yang diderita oleh manusia sering dihubungkan dengan gejala-gejala spiritual. Ketika ada salah seorang dari mereka ada yang sakit, maka dengan spontanitas mereka akan mengkaitkan penyakit tersebut karena adanya gangguan dari makhluk halus. Oleh karena itu pada zaman dahulu ketika ada orang yang menderita penyakit selalu berkaitan dengan para dukun yang dipercaya mampu untuk berkomunikasi dengan makhluk tersebut sehingga diharapkan sang dukun dapat mengobati penyakitnya atau menahan gangguannya.  Ketika pemikiran manusia mengalami perkembangan, maka hal yang demikian tidak
http://himapspdunlam.web.fc2.com/pic_n_link/hub4.jpgberlaku lagi di tengah-tengah masyarakat kita yang sudah mengenal modernisasi. Segala macam bentuk penyakit yang di derita oleh manusia akan selalu mereka hubungkan dengan keadaan sang penderita dan untuk mengobati penyakit tersebut mereka akan selalu pergi kepada seorang dokter yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kepercayaan ini memang sebagian besar dapat dibuktikan oleh keberhasilan pengobatan dengan menggunakan peralatan dan pengobatan hasil temuan di bidang kedokteran modern. Praktik Spiritual yang Memengaruhi Asuhan Keperawatana. Kitab SuciSetiap agama memiliki tulisan sakral dan kitab yang menjadi pedoman keyakinan dan perilaku penganutnya. Selain itu, tulisan sakral sering kali menyampaikan cerita instrutif mengenai para pemimpin agama, raja-raja dan pahlawan. Pada sebagian besar agama, tulisan ini dianggap sebagai ucapan Sang Khalik yang ditulis para Nabi atau Khalifah. Umat kristiani memiliki kitab suci Injil,umat Yahudi memiliki kitab suci taurat dan tamud, dan umat muslim memiliki kitab suci alquran, umat Hindu memiliki beberapa kitab suci, atau weda dan umat Budda mengimani ajaran yang ada di Tripitaka. Naskah tersebut secra umum menetapkan hukum-hukum keagamaan dalam bentuk peringatan dan peraturan untuk hidup ( misal: 10 perintah Tuhan). Hukum keagamaan tersebut dapat diinterpretasi dalam berbagai cara oleh sub kelompok penganut agama dan dapat memengaruhi keinginan klien untuk menerima anjuran penanganan sebagai contoh transfusi darah dilarang pada ajaran saksi Jahovah.Individu sering kali mendapat kekuatan dan harapan setelah membaca buku-buku keagamaan/ kitab suci saat mereka sakit atau saat mengalami krisis. Contoh cerita keagamaan yang dapat memberikan kenyamanan bagi klien adalah penderitaan Nabi, baik pada Kitab  Suci Yahudi maupun Kristiani, dan penyembuhan yang dilakukan Yesus pada orang-orang yang mengalami penyakit fisik atau mental, dalam perjanjian baru. b. Simbol sakral        Simbol sakral mencakup perhiasan, liontin, tasbih, lambang, patung, atau ornamen tubuh (mis, tato) yang memiliki makna keagamaan atau spiritual. Simbol tersebut digunakan untuk menunjukkan keyakinan seseorang, untuk mengingatkan pemakainya akan keyakinannya, untuk memberikan perlindungan spiritual, atau untuk menjadi sumber kenyamanan atau kekuatan, individu dapat menggunakan liontin keagamaan sepanjang waktu, dan mereka mungkin berharap untuk mengenakannyasaat menjalani studi diagnostik, penanganan medis, atau pembedahan. Orang Katolik Roma dapat memakai Rosario untuk berdoa.c.      Doa dan MeditasiIndividu dapat memakai lambang atau patung keagamaan di dalam rumah, di mobil, atau di tempat kerja sebagai pengingat pribadi terhadap keyakinan mereka atau sebagai bagian tempat personal untuk sembahyang dan meditasi. Klien yang dirawat inap atau yang menjalani pengobatan di fasilitas perawtan jangka panjang mungkin berharap untuk diperbolehkan membawa atau memajang simbol spiritual berupa ( Gill, 1987, hlm, 489). Beberapa orang meragukan definisi tersebut karena menurut defenisi tersebut, doa mewajibkan orang yang berdoa memiliki keyakinan pada Tuhan atau entitas spiritual, padahal tidak semua orang yang berdoa memilikinya. Sementara itu, beberapa orang menganggap doa sebagai fenomena universal yang tidak mewajibkan keyakinan tersebut.            Beberapa agama memiliki doa-doa resmi dicetak dalam buku doa, seperti Book of Common Prayer di gereja Anglikan/ Episkopal dan  Missal di geraja katolik. Beberapa doa keagamaan dikaitkan dengan sumber keyakinan sebagai contoh, Doa Bapak Kami untuk umat Kristiani disampaikan kepada Yesus. Beberapa agama mewajibkan ibadah setiap hari atau menetapkan waktu spesifik untuk berdoa dah beribadah saat lima waktu bagi umat muslim. Mereka mungkin membutuhkan waktu tenang tanpa gangguan selama mereka membaca buku doa mereka, menggunakan Rosario, tasbih, dan ambang keagamaan lain yang tersedia bagi mereka.            Meditasi adalah kegiatan memfokuskan pikiran  seseorang atau terlibat dalam refleksi diri. Beberapa orang meyakini bahwa melalui meditasi yang mendalam, seseorang dapat memengaruhi atau mengontrol fungsi fisik dan psikologis serta perjalanan  penyakit.

No comments:

Post a Comment

Just Comment, make you happy!!!