Total Pageviews

Saturday, October 10, 2015

Keperawatan Medikal Bedah


2.1 Pengertian Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan medical bedah merupakan bagian dari keperawatan, dimana keperawatan itu sendiri adalah : Bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprihensif ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan dengan alasan kelemahan fisik, mental, masalah psikososial, keterbatasan pengetahuan, dan ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri akibat gangguan patofisiologis, (CHS,1992).
Keperawatan medikal bedah membahas tentang masalah kesehatan yan lazim terjadi pada usia dewasa baik yang bersifat akut maupun kronik dengan atau tanpa tindakan operatif yang meliputi gangguan fungsi tubuh pada sistem cardiovascular, penginderaan (mata, tht), pencernaan, dan urologi oleh karena berbagai penyebab patologis seperti infeksi atau peradangan, kongenital, neoplasma trauma, dan degeneratif. Pengertian keperawatan medikal bedah mengandung empat hal seperti di bawah ini:
1.      Pelayanan Profesional
Seorang perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, selalu memandang pasien secara holistic/menyeluruh baik Bio-Psiko-sosial-kultural-Spiritual. Dalam setiap tindakan, perawat dituntut untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional sesuai dengan standarisasi profesi keperawatan.
Pelayanan ini diberikan oleh seorang perawat yang berkompetensi dan telah menyelesaikan pendidikan profesi keperawatan pada jenjang yang lebih tinggi. Dalam hal ini perawat harus bersikap Acceptance, Sensitif, Empati, dan trust kepada klien. Selain itu perawat harus memahami dan mengaplikasikan
Prinsip–Prinsip Moral dalam Praktek Keperawatan antara lain :
a.       Autonomy
b.      Beneficience
c.       Justice
d.      Fidelity ( setia)
e.       Veracity (kejujuran)
f.       Avoiding killing
2.      Berdasarkan Ilmu Pengetahuan
Perawat dalam melaksanakan tugasnya sudah melalui jenjang Pendidikan Formal yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah. Ilmu pengetahuan terus berubah dari waktu ke waktu (dinamis), sehingga dalam memberikan Asuhan keperawatan pada Klien berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan terbaru. Dasar pengetahuan yang harus dimiliki perawat profesional antara lain:
a.       Konsep sehat – sakit
b.      Konsep manusia dan kebututuhan dasar manusia
c.       Patofisologi penyakit
d.      Konsep stres – adaptasi
e.       Tugas perkembangan usia dewasa
f.       Proses keperawatan dan penerapannya
g.      Komunikasi terapeutik
h.      Konsep kolaborasi & manajemen keperawatan
3.      Menggunakan scientific Metode
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan melaui tahap-tahap dalam proses keperawatan berdasarkan pendekatan ilmiah. Dengan menggunakan standarisasi asuhan keperawatan yang ada (NANDA, NIC, NOC).
4.      Berlandaskan Etika Keperawatan
Perawat dalam melaksanakan tugasnya, dituntut untuk dapat menerapkan asas etika keperawatan yang ada, meliputi asas Autonomy (menghargai hak pasien/ kebebasan pasien), Beneficience (menguntungkan bagi pasien), Veracity (kejujuran), Justice (keadilan). Fungsi Kode Etik Keperawatan antara lain :
a.       Memberi dasar dalam mengatur hubungan perawat , klien, tenaga kesehatan Lain, masyarakat dan profesi keperawatan
b.      Memberi dasar dalam menilai tindakan keperawatan
c.       Memberi dasar dalam membuat kurikulum pendidikan keperawatan
Kode Etik Keperawatan di Indonesia :
a.       Tanggung jawab perawat terhadap klien (individu, keluarga dan masyarakat)
b.      Tanggung jawab perawat terhadap tugas
c.       Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan anggota profesi lain
d.      Tanggung jawab perawat terhadap profesi keperawatan
e.       Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air

2.2  Lingkup Praktek Keperawatan Medikal Bedah
Lingkup praktek Keperawatan Medikal Bedah merupakan bentuk asuhan keperawatan pada klien dewasa yang mengalami gangguan fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi mengalami gangguan, baik adanya penyakit, trauma atau kecacatan. Asuhan keperawatan meliputi perlakuan terhadap individu untuk memperoleh kenyamanan, membantu individu dalam meningkatkan dan mempertahankan kondisi sehatnya, melakukan prevensi, deteksi dan mengatasi kondisi berkaitan dengan penyakit, mengupayakan pemulihan sampai klien dapat mencapai kapasitas produktif tertingginya, serta membantu klien dalam menghadapi kematian secara bermartabat. Praktek keperawatan medikal bedah menggunakan langkah-langkah ilmiah pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi; dengan memperhitungkan keterkaitan komponen-komponen, Biologis, Psikologis, dan Sosial klien dalam merespon gangguan fisiologis sebagai akibat penyakit, trauma atau kecacatan.
1.      Lingkup Klien
Klien yang ditangani dalam praktek keperawatan medikal bedah adalah orang dewasa, dengan pendekatan one to one basis. Kategori dewasa berimplikasi pada pengembangan yang dijalani sesuai tahapannya. Tugas-tugas perkembangan ini dapat berdampak pada perubahan peran dan respon psikososial selama klien mengalami masalah kesehatan, dan hal ini perlu menjadi pertimbangan perawat dalam melakukan kajian dan intervensi keperawatan. Pendekatan keperawatan harus memperhitungkan level kedewasaan klien yang ditangani, dengan demikian pemberdayaan klien dalam proses asuhan merupakan hal penting sesuai dengan kondisinya, ini berkenaan dengan self-caring cacities.
2.      Lingkup Garapan Keperawatan
Untuk membahas lingkup garapan keperawatan medikal bedah, kita perlu mengacu pada fokus telaahan lingkup garapan dan basis intervensi keperawatan. Fokus telaahan keperawatan adalah respon manusia dalam menghadapi masalah, baik aktual maupun potensial. Dalam lingkup keperawatan medikal bedah, masalah kesehatan ini meliputi gangguan fisiologis nyata atau potensial sebagai akibat adanya penyakit, terjadinya trauma maupun kecacatan berikut respon klien yang unik dari aspek-aspek  biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Mengingat basis telaahan respon klien bersumber dari gangguan fisiologis, maka pemahaman akan patofisiologis atau mekanisme terjadinya gangguan dan potensi manifestasi klinis dari gangguan tersebut sangat mendasari lingkup garapan dan intervensi keperawatan. Penyakit, trauma atau kecacatan sebagai masalah kesehatan yang dihadapi klien dapat bersumber atau terjadi pada seluruh sistem tubuh meliputi sistem-sistem persyarafan; endokrin; pernapasan; kardiovaskuler; pencernaan; perkemihan; muskuloskeletal; integumen; kekebalan tubuh; pendengaran; penglihatan serta permasalahan-permasalahan yang dapat secara umum menyertai seluruh gangguan sistem yaitu issue-issue yang berkaitan dengan keganasan dan kondisi terminal.
a.       Lingkup garapan
Lingkup garapan keperawatan adalah kebutuhan dasar manusia, penyimpangan dan intervensinya. Lingkup garapan keperawatan medikal bedah adalah segala hambatan pemenuhan kebutuhan dasar yang terjadi karena perubahan fisiologis pada satu atau berbagai sistem tubuh; serta modalitas dan berbagai upaya untuk mengatasinya. Guna menentukan berbagai hambatan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan modalitas yang tepat waktu untuk mengatasinya dibutuhkan keterampilan berpikir logis dan kritis dalam mengkaji secara tepat kebutuhan dasar apa yang tidak terpenuhi, pada level serta kemungkinan penyebab apa (diagnosis keperawatan). Hal ini akan menentukan pada perlakuan (treatment) keperawatan, dan modalitas yang sesuai. Disini dibutuhkan keterampilan teknis dan telaah legal etis.
b.      Basis intervensi
Basis intervensi keperawatan medikal bedah adalah ketidakmampuan klien untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri (self-care deficit). Ketidakmampuan ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara tuntutan kebutuhan (self-care demand) dan kapasitas klien untuk memenuhinya (self-care ability) sebagai akibat perubahan fisiologis pada satu atau berbagai sistem tubuh. Kondisi ini unik pada setiap individu, karena kebutuhan akan  self-care (self-care requirement) dapat berbeda-beda, sehingga dibutuhkan integrasi keterampilan-keterampilan berpikir logis-kritis, teknis dan telaah legal etis untuk menentukan bentuk intervensi keperawatan mana yang sesuai, apakah bantuan total, parsial, atau suportif-edukatif yang dibutuhkan klien.
3.      Konsekuensi Profesional
Ada berbagai konsekuensi logis yang masih harus dipikirkan sebagai acuan bagi praktisi keperawatan pada area keperawatan medikal bedah. Melihat kompleksitas fokus telaahan, lingkup garapan dan basis intervensi area keperawatan medikal bedah dan konsekuensi profesionalnya perlu dirumuskan :
a.       Standar performance untuk acuan kualitas asuhan.
b.      Kategori kualifikasi perawat untuk menentukan kelayakannya sebagai praktisi.
c.       Sertifikasi dan lisensi keahlian yang senantiasa diperbaharui untuk memberi jaminankeamanan bagi pengguna jasa keperawatan.
2.3 Peran Keperawatan Medikal Bedah Dalam Pencapaian MD Gs
MD Gs adalah menempatkan manusia sebagai fokus utama pembangunan yang mencakup semua komponen kegiatan yang tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Komponen kegiatan tersebut adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, mengurangi kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya dan memastikan kelestarian lingkungan hidup serta mengembangkan kemitraan global.
Sebagai bahan pertimbangan, strategi upaya pencapaian indikator MDGs di Indonesia berdasarkan analisa terhadap situasi diatas pada komponen Kesehatan Anak, Kematian Ibu dan Kasus HIV/AIDS, diperlukan peningkatan kegiatan untuk memasarkan, menyebarluaskan dan memperkenalkan program kesehatan primer yang berbasis pada upaya preventif dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Pelayanan Kesehatan Preventif sebagai bagian dari bidang kegiatan promosi kesehatan menjadi sangat penting untuk ditangani oleh profesional yang ahli dibidang tersebut. Kemampuan yang diharapkan mampu  untuk  memenuhi  kebutuhan kesehatan  individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam kondisi sehat, mampu mendeteksi adanya resiko sakit yang mungkin terjadi, mampu mengelola potensi kesehatan yang dimiliki sehingga gambaran status kesehatan yang diharapkan dapat jelas terpotret dan yang lebih penting lagi tata layanan kesehatan di masyarakat menjadi lebih terstruktur.
Pemerintah  telah mengembangkan  upaya tersebut melalui pengoptimalan seluruh sumber daya yang tersedia untuk mengentaskan masing-masing permasalahan. Sumber daya kesehatan yang dibutuhkan tentunya adalah sumber daya kesehatan yang mampu secara berkesinambungan dan komprehensive mengelola mulai dari tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam format primer, sekunder maupun tersier. Sumber daya keperawatan memiliki potensi sebagai sumber daya kesehatan yang dimaksud. Perawat melalui peran-peran keperawatannya dapat menjadi bahan baku sumber daya yang dapat ditingkatkan pemberdayaannya dalam mengejar pencapaian indikator MDGs di tahun 2015.
Pada Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989 dinyatakan bahwa keperawatan berperan  sebagai :
1.      Pemberi Asuhan Keperawatan yaitu pemberi pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan  yang diawali dengan  penentuan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia hingga kemudian dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks, dari tingkat individu, keluarga, kelompok hingga masyarakat.
2.      Peran perawat sebagai Advokat Klien yaitu memberikan penguatan pada kemampuan klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khusunya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien sehingga mampu berperan mempertahankan dan melindungi hak-haknya yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3.      Perawat berperan sebagai Edukator  yang memberikan penguatan pada klien untuk meningkatkan pengetahuan kesehatannya, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan hingga terjadi perubahan perilakunya.
4.      Peran perawat sebagai Koordinator yang diterapkan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
5.      Peran perawat sebagai Kolaborator dijalankan karena perawat bekerja dalam tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6.      Peran perawat sebagai Konsultan dengan memberikan layanan konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan pada klien. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7.      Peran perawat sebagai Peneliti dan  Pembaharu  dengan memberikan perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan dalam pelayanan kesehatan.
Kondisi yang terjadi di masyarakat sangatlah beragam, sehat hingga sakit ada didalamnya. Seorang perawat adalah profesi yang mampu mengelola kesehatan dalam kondisi demikian. Jika menemukan suatu kasus yang beresiko terhadap kesehatan, seorang perawat akan paham apa yang akan perawat lakukan sebagai upaya penyelesaian masalahnya, apakah akan perawat lakukan intervensi secara langsung dengan tindakan keperawatan, atau akan diberikan pendidikan kesehatan agar kondisi resiko tersebut tidak menjadi aktual bahkan perawat juga mampu mengambil keputusan untuk merujuk kasus yang perawat temukan. Kemampuan perawat tidak terbatasi pada satu kelompok masyarakat saja, bahkan mulai dari individu, keluarga, kelompok dan masyarakat diusia berapapun serta pada kondisi sehat hingga sakitpun perawat mampu mengelolanya dengan baik.
Tidaklah jarang kondisi di masyarakat ditemukan keadaan perilaku yang kurang tepat dalam perilaku hidup sehatnya. Proses untuk meningkatkan kemampuan orang dalam mengendalikan dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan sehat, seseorang atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan. Merujuk hal tersebut, bukanlah hal yang berlebihan jika perawat selayaknya mendapat kesempatan lebih untuk membuktikan perannya dalam pencapaian target MDGs 2015. Terlebih lagi bila hal ini menjadi perhatian khusus dalam mengejar segala ketertinggalan Indonesia dalam pencapaian program tersebut.
Komitmen Indonesia dalam mencapai tujuan MDGs melalui delapan komponen tersebut adalah Pekerjaan Besar bangsa ini. Perawat tidak akan kehilangan semangatnya untuk terus bekerja bagi kemajuan bangsa Indonesia. Sebagai profesi memang sudah selayaknya peran keperawatan yang demikian luasnya dapat diatur dan dihargai perannya dalam sebuah Undang-Undang Keperawatan. Perawat akan sangat membantu dalam pencapaian target-target tersebut secara lebih optimal sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya serta akan lebih sempurna dibawah Undang-Undang Keperawatan.




Implikasinya terhadap Keperawatan di Indonesia dan Kaitannya dengan Pencapaian Millennium Development Goals (MDGs)
            MDGs merupakan target dan tindakan yang telah disepakati dalam Millennium Declaration yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangani oleh 147 kepala negara pada United Nations Millennium Summit di bulan September 2000.  MDGs terdiri dari delapan sasaran, tiga diantaranya berkaitan langsung dengan kesehatan reproduksi dan seksual (peningkatan kesehatan maternal, penurunan angka kematian anak dan memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya) dan empat sasaran lainnya berkaitan langsung dengan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi (eradikasi kemiskinan dan kelaparan, pencapaian pendidikan primer secara universal, kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita, dan memastikan keberlanjutan lingkungan). 
            Setelah mengetahui secara singkat apa yang terjadi di Jepang, berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perawat Indonesia untuk dapat berkontribusi secara bermakna dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.
1.      Tingkat individu:
Internal:
a.       Meningkatkan pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan serta mengaplikasikannya di masyarakat untuk peningkatan kondisi kesehatan.  Mempunyai pengetahuan yang baik tentang trend populasi masyarakat Indonesia, pola penyakit, dst.
b.      Meminimalkan terjadinya nursing errors.
Eksternal:
a.       Menjadi volunteer (sukarelawan) dalam kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pencapaian MDGs.
b.      Ikut aktif dalam kegiatan organisasi profesi maupun organisasi kemasyarakatan lainnya yang berkaitan dengan pencapaian MDGs.
c.       Aktif menginformasikan hasil-hasil kegiatan yang telah dilakukan terkait dengan pencapaian MDGs, misalnya dalam kegiatan konferensi, mengirimkan hasil penelitian ke jurnal, dst.


2.      Tingkat organisasi:
a.       Terlibat aktif dalam organisasi keperawatan dan meningkatkan profesionalisme organisasi profesi.
b.      Terlibat dalam proses perumusan kebijakan, pelaksanaan maupun evaluasi program yang terkait dengan pencapaian MDGs baik secara langsung maupun tidak langsung.
c.       Membantu secara aktif anggota PPNI yang ingin berkontribusi dalam pencapaian MDGs, baik melalui peran sebagai pemberi perawatan, komunikator, tenaga pengajar, advokasi pada klien, konselor, agen perubah, maupun peneliti.
d.      Melakukan kegiatan secara berkala terkait dengan pencapaian MDGs dengan melibatkan pihak ataupun profesi lain.
e.       Berkoordinasi dengan profesi lain dan para pemangku kepentingan.
Dukungan pemerintah sangat penting agar profesi keperawatan dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam mengatasi masalah kesehatan di Indonesia.
















BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Keperawatan medical bedah merupakan bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprihensif ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Keperawatan medikal bedah membahas tentang masalah kesehatan yan lazim terjadi pada usia dewasa baik yang bersifat akut maupun kronik dengan atau tanpa tindakan operatif yang meliputi gangguan fungsi tubuh pada sistem cardiovascular, penginderaan (mata, tht), pencernaan, dan urologi oleh karena berbagai penyebab patologis seperti infeksi atau peradangan, kongenital, neoplasma trauma, dan degeneratif.
Lingkup praktek Keperawatan Medikal Bedah merupakan bentuk asuhan keperawatan pada klien dewasa yang mengalami gangguan fisiologis baik yang sudah nyata atau terprediksi mengalami gangguan, baik adanya penyakit, trauma atau kecacatan.
Peran keperawatan medikal bedah dalam pencapaian MDGs yaitu: peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan, peran perawat sebagai advokat klien, perawat berperan sebagai edukator, peran perawat sebagai koordinator, peran perawat sebagai kolaborator, peran perawat sebagai konsultan, dan peran perawat sebagai peneliti dan  pembaharu.

3.2  Saran
Semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami selaku penulis memohon adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dengan mempelajari makalah ini diharapkan agar pembaca khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat menerapkan peran-peran keperawatan medical bedah sesuai dengan konsep dan perspektif keperawatan medical bedah untuk ditingkatkan dalam mengejar pencapaian indikator MDGs di tahun 2015.
DAFTAR PUSTAKA

Alita, Riadinni. 2013. Perspektif Keperawatan Medikal Bedah. Diakses dari https://www.scribd.com/doc/132754661/1-Perspektif-Keperawatan-Medikal-Bedah pada tanggal 4 September 2015
Dwi, Elsi. 2011. Pengalaman Negeri Sakura Mengoptimalkan Peran Profesi Keperawatan dalam Membantu Mengatasi Masalah Kesehatan. Diakses dari http://ahmadalfikri.blogspot.co.id/2011/07/pengalaman-negeri-sakura-mengoptimalkan.html pada tanggal 4 September 2015
Putra, Hendrik. 2011. Perspektif Keperawatan Medikal Bedah. Diakses dari https://www.scribd.com/doc/247906465/Perspektif-Keperawatan-New pada tanggal 4 September 2015
Royarind, Hilda. 2014. Peran Perawat Dalam Pencapaian Indikator MD Gs di Indonesia. Diakses dari http://www.kompasiana.com/hildaroyarind/peran-keperawatan-dalam-pencapaian-indikator-mdgs-di-indonesia_54f73634a33311c86c8b468b pada tanggal 4 September 2015

Wednesday, September 16, 2015

KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA TIM KESEHATAN



KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA TIM KESEHATAN

A.    Konsep Umum Komunikasi
1.      Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Sedangkan komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. proses memfokuskan pada klien namun direncanakan dan dipimpin oleh seorang profesional. (Potter & Perry, 2009). Stuart,G.W, & Laraia, 2005 mengatakan bahwa dalam hubungan komunikasi terapeutik perawat dan klien menjadi penting dalam mengeksplorasi kebutuhan klien.
2.      Komunikasi dalam kelompok     
Kozier,et all (2010) menyampaikan bahwa kelompok adalah dua atau lebih individu yang berbagi kebutuhan dan tujuan berama, melibatkan satu sama lain ke dalam tindakan yang mereka lakukan, dan akhirnya bersatu padu serta memisahkan diri dari pihak lain demi kebaikan interaksi yang mereka lakukan. Kelompok hadir untuk membantu manusia mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai dengan kemampuan individu.
a)      Dinamika kelompok
Komunikasi yang berlangsung antar anggota kelompok dikenal dengan dinamika kelompok. Tata cara komunikasi ini akan ditentukan oleh sejumlah variabel dan faktor yang saling terkait. Setiap anggota kelompok akan memberikan pengaruh pada dinamika kelompok, didasarkan pada motivasi mereka dalam berpartisipasi, kesamaan mereka dengan anggota kelompok yang lain, kedewasaan anggota kelompok dalam mengespresikan perasaan mereka dan tujuan kelompok tersebut.
b)      Tipe kelompok layanan kesehatan
Sebagian besar kehidupan perawat dihabiskan dibanyak ragam kelompok, dari dua hingga organisasi profesional yang besar. Sebagai partisipan kelompok, perawat mungkin diharuskan menjalani peran yang berbeda baik menjadi anggota atau pemimpin, pemberi saran atau penerima saran sesuai dengan kapasitasnya. Tipe kelompok layanan kesehatan yang umum meliputi kelompok kerja, kelompok penyuluhan, kelompok swabantu, kelompok terapi, dan kelompok pendukung sosial terkait kerja. Kerja profesional dalam kelompok bergantung pada gaya kepemimpinan, tanggung jawab anggota, tanggung jawab kepemimpinan, dan identifikasi tugas dalam fase grup berbeda.

B.     Komunikasi dengan Tim kesehatan lain
     Perawat menjalankan peran yang membutuhkan interaksi dengan berbagai anggota tim pelayanan kesehatan. Unsur yang membentuk hubungan perawat klien juga dapat diterapkan dalam hubungan sejawat, yang berfokus pada pembentukan lingkungan kerja yang sehat dan mencapai tujuan tatanan klinis. Komunikasi ini berfokus pada pembentukan tim, fasilitasi proses kelompok, kolaborasi, konsultasi, delegasi, supervisi, kepemimpinan, dan manajemen. Dibutuhkan banyak keterampilan komunikasi, termasuk berbicara dalam presentasi, persuasi, pemecahan masalah kelompok, pemberian tinjauan performa, dan penulisan laporan. Didalam lingkungan kerja, perawat dan tim kesehatan membutuhkan interaksi sosial dan terapeutik untuk membangun kepercayaan dan meperkuat hubungan. Semua orang memilki kebutuhan interpribadi akan penerimaan, keterlibatan, identitas, privasi, kekuatan dan kontrol, serta perhatian. Perawat membutuhkan persahabatan, dukungan, bimbingan, dan dorongan dari pihak lain untuk mengatasi tekanan akibat stress pekerjaan dan harus dapat menerapkan komunikasi yang baik dengan klien, sejawat dan rekan kerja. (Potter & Perry, 2009).
     Agar efektif sebagai profesional keperawatan, itu tidak cukup untuk sangat berkomitmen untuk klien. Pada akhirnya, iklim perusahaan tempat kerja akan memiliki efek pada hubungan yang terjadi antara perawat dan klien pribadi. Kegagalan dalam komunikasi antara penyedia layanan kesehatan adalah salah satu faktor yang paling umum. Komitmen untuk kolaborasi dalam hubungan kerja dengan para profesional lain membantu mempertahankan kualitas tinggi dari perawatan klien. Keberhasilan kelompok bergantung pada hubungan baik diantara  tim, terutama pemimpin tim dengan anggota tim yang lain.  
Untuk mendorong terjadinya komunikasi, pemimpin tim harus selalu mengamati prinsip komunikasi menurut WHO (1999):
v  Seluruh anggota tim harus bebas mengemukakan dan menjelaskan pandangan mereka dan harus didorong untuk bertindak seperti itu.
v  Sebuah pesan atau komunikasi, baik lisan maupun tertulis harus dinyatakan dengan jelas dan dalam bahasa atau ungkapan yang dapat dimengerti
v  Komunikasi mempunyai 2 unsur yaitu mengirim dan menerima, bila pesan yang dikirim tidak diterima komunikasi tidak berjalan. Dengan demikian pemimpin tim harus selalu meggunakan suatu cara untuk memeriksa apakah efek yang diharapkan terjadi.
v  Perselisihan atau pertentangan adalah normal dalam hubungan antar manusia, hal ini sudah diatur sedemikian sehingga dapat mencapai hasil yang konstruktif.
Pengaturan ruangan untuk membantu komunikasi cobalah dengan mengatur ruangan, kantor kelas dan ruangan kelompok, pendidikan lainnya sehingga komunikasi dapat berjalan dengan efektif.  Diagram dibawah menunjukkan pengaturan komunikasi dengan 1 pemimpin dan 4 anggota. (WHO, 1999).
Selalu ingat bahwa:
v  Dalam satu kelompok yang terdiri dari tidak lebih enam atau tujuh orang, semua orang dapat ikut serta dalam diskusi. Dengan demikian, sebuah kelompok besar lebih baik dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil.
v  Meja dapat dihalangi komunikasi karena permukaan atau bentuknya, atau cara benda tersebut ditempatkan. Bila tidak diperlukan maka disingkirkan. Hindarkan meja berbentuk huruf U.
Pengaturan tempat duduk harus mencerminkan tujuan atau maksud pertemuan atau kelompok. Gunakan pengaturan tersebut untuk mempermudah komunikasi, bila hal ini penting untuk maksud dan tujuan tersebut. Sesuaikan pengaturan tempat duduk ini dengan tujuan, bukan tujuan menyesuaikan dengan pengaturan tempat duduk.


C.    KONSEP UMUM
1)      Delegasi
Delegasi adalah pemindahan tanggungjawab untuk melakukan kegiatan atau tugas dan memegang akuntabilitas terhadap hasil. Delegasi bermanfaat untuk memperbaiki efisiensi, meningkatkan produktivitas, dan mengembangkan staf lainnya. Sebagai seorang perawat, harus bertanggungjawab terhadap penyelengaraan perawatan klien dan akan mendelegasikan kegiatan perawat kepada asisten. Karena langkah dari proses keperawatan memerlukan perawat untuk pengambilan keputusan, maka tahap ini tidak akan anda deegasikan kepada asisten atau tenaga kesehatan lain. Untuk mendukung lingkungan profesional yang baik, setiap anggota tim kerja keperawatan bertanggungjawab untuk melaksanakan komunikasi profesional yang bersifat terbuka. Jika dilakukan dengan benar, delegasi dapat memperbaiki efisiensi kerja, produktivitas, dan peningkatan kerja.
Lima syarat dalam pendelegasian antar tim kesehatan: Tugas yang tepat, kondisi yang tepat, orang yang tepat, komunikasi/petunjuk yang tepat, supervisi yang tepat. ( Potter & Perry, 2009).
a.       Konflik dalam berkomunikasi
Tujuan utama dalam menangani konflik di tempat kerja adalah untuk menemukan kualitas tinggi dan solusi yang dapat diterima bersama. Dalam banyak contoh, berbagai jenis hubungan dapat berkembang melalui penggunaan teknik komunikasi manajemen konflik.
Pada situasi klinis sebagai suatu proses kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dengan mengikuti langkah:
v  Memperoleh data faktual: Mendapatkan semua informasi yang relevan tentang isu-isu spesifik yang terlibat dan sekitar respon perilaku klien untuk masalah perawatan kesehatan.
v  Pertimbangkan sudut pandang lain: Memiliki beberapa ide tentang apa masalah mungkin relevan dari sudut pandang orang lain, memberikan informasi penting tentang pendekatan interpersonal yang terbaik untuk digunakan.
v  Intervensi awal: Buat forum untuk komunikasi dua arah , sebaiknya bertemu secara berkala dengan tim kesehatan lain mencakup permasalahan klien.
b.      Komunikasi antara  perawat-dokter
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat bekerja sama dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri. 
Perawat dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan dokter. Contoh: Ketika perawat menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa diabetes pulang kerumah, perawat dan dokter bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga begaimana perawatan diabetes di rumah.Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat visit dokter terhadap pasien, disitu peran perawat adalah memberikan data pasien meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan dari pasien,dan data penunjang seperti hasil laboraturium sehingga dokter dapat mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit pasien.Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan istilah-istilah medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga tidak terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan baik serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud dwngan baik berawal dari komunikasi yang baik pula antara perawat dengan dokter.
Tips untuk permintaan kejelasan kepada dokter:
1)      Mengidentifikasi semua nama (Sebutkan nama dokter, sebutkan nama dan posisi, mengidentifikasi klien dan diagnosis klien atau orang-orang lain yang terlibat dalam masalah dengan nama. 
2)      Meringkas masalah (data faktual singkat tentang masalah).
3)      Menyatakan tujuan
4)      Menyarankan solusi pemecahan masalah yang relevan sesuai dengan praktek klinik.
5)      Menulis kesimpulan (menjelaskan siapa yang akan bertanggung jawab untuk pelaksanaan, mengklarifikasi informasi terutama jika ini percakapan telepon, menentukan kerangka waktu pelaksanaan). (Arnold & Boogs, 2007).

c.       Komunikasi antara Perawat dengan Perawat
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural dan hubungan intrapersonal.
Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau struktur masing- masing perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural. Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam hubungan ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

d)     Komunikasi antara perawat dengan ahli terapi.
Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.Perawat bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutrkan dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-sama dan mengembangkan tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh. Contoh: Perawat merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar latihan untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.



e)      Komunikasi antara perawat dengan ahli farmasi
Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat. Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya. Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat dan efek smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus berkonsultasi pada ahli farmasi.
Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi tentang obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat diberikan secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat berinteraksi merugikan, sehingga informasi ini dapat dimasukkan dalam rencana persiapan pulang. Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat.
f.       Komunikasi antara perawat dengan ahli gizi.
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu. Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan maka perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang – obatan yang digunakan pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara kedua belah pihak.

g.      Komunikasi terkait kasus pemicu
Fokus dalam segmen model komunikasi kesehatan dapat melukiskan hubungan interpersonal dalam tim kesehatan. Northouse (1998) mengungkapkan ada 3 area permasalahan yang dimiliki dalam hubungan interprofesional yaitu:
1)      Stres Peranan (Role Stress)
2)      Rendahnya pemahaman interpersonal (lack of interpersonal understanding)
3)      Otonomi yang keras (autonomy struggle)
Bertemu dengan orang sakit setiap hari merupakan tugas yang tidak mudah. Pekerjaan profesional kesehatan secara konstan menempatkan mereka dalam kontak dengan pasien yang sedang bergelut dengan kondisi kritis dalam hidupnya dan mereka sedang mencoba mengatasi emosi atau penyakit yang serius. Sumber masalah role stress yang dialami para professional kesehatan berhubungan dengan penyelesaian peran professional itu sendiri. Jenis role stress dibagi dua jenis yaitu role conflict dan role overload. Kasus role conflict dapat ditunjukan salah satunya dengan reality shock.
Kramer (1974) dalam teorinya tentang Reality Shock menjelaskan bahwa stress dapat disebabkan oleh adanya kesenjangan atau perbedaan antara lingkungan pendidikan dengan pelayanan. Hal itu biasanya dialami oleh lulusan perawat baru. Perawat Yanti sebagai perawat baru yang bekerja di sebuah Rumah Sakit merasakan bahwa pendidikan yang ia tempuh selama ini ternyata belum cukup untuk mempersiapkan dirinya dalam lingkungan kerja. Perawat Yanti akhirnya mengalami reality shock yang menyebabkan terhambatnya komunikasi terapeutik antara perawat dan klien. Karena baru pertama masuk dunia kerja, perawat Yanti juga merasakan kesulitan berkomunikasi dengan tim kesehatan lain, apalagi untuk berbicara di depan suatu forum tim kesehatan. Hubungan interpersonal antara perawat dan profesi lain pun harus terpelihara dengan baik. Hubungan tersebut dapat diwujudkan dengan meningkatkan pemahaman interpersonal mengenai peran masing-masing individu atau profesi.
Perawat Yanti harus paham benar tentang perannya sebagai perawat dan berusaha tidak memasuki batas wilayah peran profesi lainnya sehingga tidak memicu konflik internal tim kesehatan. Kolaborasi antara perawat Yanti dengan perawat atau tim kesehatan lain dapat terwujud jika hubungan interpersonal perawat Yanti berjalan dengan baik. Area-area rentang konflik seperti yang digambarkan di atas merupakan hal yang perlu diwaspadai, terutama dalam menjalin kolaborasi antar anggota tim kesehatan atau interprofesional. Untuk mempertahankan hubungan yang harmonis serta mengurangi beban stress di lingkungan kerja, akhirnya para professional kesehatan membuat jadwal pertemuan rutin yang digunakan sebagai sarana sharing atau berdiskusi tentang masalah-masalah yang ada di lingkungan kerja.
Pertemuan tersebut antara lain rapat rutin tim kesehatan dan case conference:

a)      Rapat tim kesehatan
Rapat tim kesehatan adalah media komunikasi antara tim kesehatan (rapat multidisiplin) untuk membahas manajerial ruang untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan manajerial.Tujuan rapat tim keehatan yaitu menyamakan persepsi terhadap informasi yang didapat dari masalah yang ditemukan (khususnya masalah manajerial), meningkatkan kesinambungan pemberian pelayanan kesehatan, mengurangi kesalahan informasi, dan meningkatkan koordinasi antara anggota tim kesehatan.
b)      Case conference
Konferensi kasus meliputi pertemuan-pertemuan yang dijadwalkan secara rutin (Regularly Scheduled Series or Conferences). Pertemuan tersebut dilaksanakan harian, mingguan, atau bulanan untuk diskusi tentang masalah-masalah manajemen pasien spesifik untuk meningkatkan perawatan pasien dalam sebuah institusi. Case conference adalah diskusi kelompok tim kesehatan tentang kasus asuhan keperawatan klien atau keluarga. Setiap tim kesehatan memiliki jadwal case conference masing-masing dan biasanya diadakan dua kali tiap bulannya. Peserta case conference melibatkan tim kesehatan yang terkait seperti perawat, dokter, atau anggota profesi lainnya jika diperlukan. Waktu pertemuan dua kali dalam sebulan atau disesuaikan dengan kondisi atau tingkat urgensi kasus, dan lamnya pertemuan tentatif. 
Tujuan diadakannya case conference yaitu mengenal kasus dan permasalahannya, mendiskusikan kasus untuk mencari alternatif penyelesaian masalah asuhan keperawatan, meningkatkan koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan, dan meningkatkan pengetahuan dan wawasan dalam mengangani kasus.Case conference juga digunakan untuk mengembalikan konflik dalam kolaborasi (Arnold & Boggs, 2007), yaitu dengan cara mengutarakan inisiatif untuk mendiskusikan masalah, menggunakan keterampilan mendengar aktif, menyediakan dokumentasi data yang relevan terhadap isu, mengajukan resolusi, menciptakan iklim dimana para pertisipan memandang negosiasi sebagai sebuah usaha kolaborasi, membuat ringkasan yang jelas terhadap hasil feedback, merekam semua keputusan dalam sebuah catatan. Kegiatan case conference ini harus melalui tahap persiapan sebelumnya. Perawat Dewi dapat memilih salah satu topik yang akan disampaikan dalam case conference.
Topik tersebut meliputi kasus pasien baru, kasus pasien yang tidak ada perkembangan, kasus pasien pulang, kasus pasien yang meninggal, dan kasus pasien dengan masalah yang jarang ditemukan. Pemilihan topik dapat dilakukan dengan mengkaji terlebih dahulu data-data pasien yang selama ini dipegang oleh perawat Yanti. Dengan data-data tersebut, perawat Yanti dapat membuat suatu analisa permasalahan yang akan disampaikan saat case conference.
Case conference sebagai salah satu kegiatan penting dalam proses kolaborasi antara tim kesehatan. Kolaborasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien. Kolaborasi dalam case conference ini meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator tentang suatu permasalahan dalam asuhan keperawatan. Efektifitas hubungan kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik sebab dapat menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien.


c)      Menangani masalah-masalah staf perawat
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah antar kelompok petugas kesehatan: mengatur pelaksanaan untuk komunikasi kolaboratif, melakukan pertemuan untuk menyatukan perspektif kelompok, mengidentifikasi masalah utama, memiliki tujuan yang jelas dan relevan, saling menghormati dan menghargai nilai-nilai dan martabat semua pihak, anggota kelompok dapat bersikap tegas tapi tidak manipulatif, bersikap objektif,  mendiskusikan solusi dengan mengidentifikasi manfaat/kekurangan dari solusi, menghargai alternatif solusi demi kepentingan klien, menghincari situasi konflik, menghindari emosi, memutuskan untuk mengimplementasikan solusi terbaik, menentukan orang yang bertanggung jawab untuk implementasi, membangun garis waktu dan metode evaluasi (Armold & Boogs, 2007).
d)     Komunikasi interpersonal ditempat kerja yang multikultural 
Meliputi verbal, nonverbal, dan mendengar. Komuikasi nonverbal meliputi pengaturan ruang, lingkungan, penampilan, kontak mata, postur tubuh, gerak, ekspresi, waktu dan isayarat suara. Komunikasi verbal dengan prilaku asertif, sedangkat komunikasi diam dengan menjadi pendengar yang baik dengan menyadari pengalaman, sikap yang mepengaruhi dalam mempresepsikan pesan.
e)      Hambatan lain dalam berkomuniksi dengan Tim Kesehatan Lain meliputi: 
Menjadi emosional daripada berfokus pada masalah, menyalahkan orang lain, tertutup dan tidak menghargai serta memahami perspektif orang lain. (Arnold & Boggs, 2007).





DAFTAR PUSTAKA

Arnold,E.C,&Boggs.K.U.(2007).Interpersonal Relationship: Professional Communication skills for Nurses.(5 th ed.). St Louis: Elseiver.
Kozier,Barbara.(2004).Fundamentals Of Nursing: concepts, process, and practice (7 th ed.). New Jersey: Pearson
Kramer, Marlene.(2008).Reality Shock: why nurses leave nursing. St Louis: MOSBY
Northouse, Peter Guy.(2010).Leadership: Theory and Practice.(5 th ed.). USA : SAGE
Potter & Perry. (2009).Fundamental keperawatan (7 th ed.) (vols 2.). dr Adrina &marina, penerjemah). Jakarta: Salemba Medika. Stuart.G.W.,&Laraia.,M.T.(2005).Principles and Practice Of psychiatric nursing.(8 th ed.).St Louis: MOSBY
WHO(1999).Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer.(2 th ed). (dr.Popy Kumalasari, Penerjemah).Jakarta: EGC